Kuliah dan tinggal di pondok pesantren, tidak banyak mahasiswa di kota jogja ini yang juga berstatus sebagai santriwan dan santriwati. Rata-rata anak kuliah tinggal di kos-kosan. Hanya sebagian kecil saja mahasiswa yang bertempat tinggal di pondok pesantren. Dalam satu kelas, umunya hanya empat atau lima anak, atau mungkin kurang dari sepuluh anak. Hanya jurusan-jurusan tertentu saja yang lebih dari 10 mahasiswa dalam satu kelasnya yang tinggal di pondok pesantren. Bahkan ada atau malah banyak dalam kelas itu yang tidak satupun ada anak yang nyambi nyantri.
Minimnya mahasiswa yang mau tinggal di pondok pesantren memang memiliki beberapa alasan, dari peraturan yang ketat, tidak boleh keluar malam, tidak boleh pulang kerumah seenaknya, jadwal rutin ngaji yang mungkin dianggap mengganggu jadwal mengerjakan tugas. Mahasiswa yang tinggal di pondok pesantren kerapdianggap sebagai mahasiswa yang tinggal di bawah tekanan. Sebenarnya tidak, tinggal bagaimana cara mereka menyesuaikan waktu saja. "apa, kamu tinggal di pesantren?", kadang juga ada kata-kata seperti ini ketika mereka tahu ada teman yang tinggal di pesantren.
Kebanyakan anak-anak pesantren memang tidak bisa mengikuti kegiatan malam yang diselenggarakan oleh pihak kampus. Peraturan memang peraturan, mau tinggal di pesantren ya harus mentaati tata tertib di dalamnya. Malam keakraban (makrab) mungkin hanya sebuah kata yang bisa dibayangkan, dan tidak bisa berpartisipasi. Anggapan mereka anak mahasiswa kos bahwa anak pesantren ini menderita, karena terlalu banyak kekangan. Tapi sebenarnya tidak untuk anak-anak amphibi, anak yang tinggal di dua alam, alam kampus dan alam pesantren. Kehidupan di pesantren itu sebenarnya tidak hanya ngaji Qur'an, ngaji Diniyah, ngaji Bandongan, doa bersama saja. Banyak pesantren yang mempunyai lembaga dan organisasi di bawahnya. Di salah satu pesantren di Jogja ini, seperti Pondok pesantren Wahid Hasyim, terdapat beberapa lembaga di bawah naungan pondok pesantren yang dapat digunakan santri sebagai ajang untuk mengekspresikan minat dan bakat mreka.
seperti terdapat lembaga seni, lembaga pengabdian kepada masyarakat, lembaga pengembangan bahasa asing, lembaga kewirausahaan dan beberapa lembaga lain, dimana santri yang tidak memiliki kesempatan untuk aktif di kampus, bisa mengembangkan bakat, dan belajar dengan fasilitas lembaga yang telah disediakan. Hidup di pesantren sama dengan hidup dibawah tekanan, memang iya, tapi pesantren tahu bagaimana mengubah tekanan bagi makhluk-makhluk amphibi ini untuk mengekspresikan kemampuan mereka. Mahasiswa santri kedepannya bisa lebih maju dan lebih aktif, baik dalam membangun masyarakat, mengembangkan kemampuan maupun dan mengajarkan apa yang mereka dapat. Karena mereka mempunyai nilai "lebih", mahasiswa iya, santri juga. Urusan dunia dan akhirat
No comments:
Post a Comment