Wednesday, March 12, 2014

the Muslim' Show goes to UIN Sunan Kalijaga

Photo by Pustakasiana Zulqudsie
      
          Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga kembali dipadati mahasiswa dan beberapa  tamu undangan dalam acara Muslim’s Show goes to Indonesia. Setelah acara akademisi baca puisi yang diselenggarakan oleh MMPI yang didukung Teater Eska UIN Sunan Kalijaga dan jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga menarik audience dari civitas UIN maupun kampus luar UIN pada Senin 03 Maret lalu, pagi tadi, Rabu 12 Maret 2014 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga kembali dipadati mahasiswa maupun tamu undangan dari UIN Sunan Kalijaga juga dari luar UIN Sunan Kalijaga. Mizan bekerjasama dengan jurusan Ilmu Perpustakaan S1 UIN Sunan Kalijaga menyelenggaarakan Public Lecture bersama dengan 3 (tiga) komikus muslim yang berasal dari Perancis. Ketiga komikus tersebut ialah Noredine Allam, Greg Blondin dan Karim Allam. Selain ke Yogyakarta, dalam kunjungannya di Indonesia tanggal 6 sampai 16 Maret ini, tiga komikus asal Perancis ini juga berkunjung ke Jakarta dan Bandung. Dalam kunjungannya ini, mereka mengenalkan komik buatan mereka yang berjudul the Muslim’s Shows yang garis besarnya berisi kehidupan umat muslim di Perancis.

          Kegiatan yang berlangsung di Teatrikal Perpustakaan UIN Suka ini dimulai pukul 08.00 WIB dibuka dengan penampilan dari band Papyrus dan grup musik Al-Jami’ah yang memukau pengunjung dengan musik gambusnya yang berirama dan syair ala timur tengah. Tak lama berselang, ketiga komikus berhidung mancung memasuki Teatrikal Perpustakaan dan disambut oleh seluruh audience yang berdiri menyambut kedatangan tamu istimewa ini. Bapak Ahmad Fatah selaku PD III Fakultas Adab dan Ilmu Budaya tak kalah menyambut tamu berkulit putih dengan mengenakan blangkon yang sudah dipersiapkan oleh panitia pada setiap komikus. Acara dibuka dengan doa yang dipimpin oleh mahasiswa Ilmu Perpstakaan semester 4 , Marsono, yang kemudian dilanjutkan dengan acara sambutan oleh Benny Ramdhani selaku Project Officer Muslim Show to Yogyakarta. Public Lecture Muslim ‘s Show ini di buka secara resmi oleh bapak Ahmad Fatah pada pukul 09.00 WIB dengan meniup peluit bambu yang sebelumnya dibagikan oleh panitia kepada seluruh hadirin secara bersamaan.

          Dialih bahasakan oleh bapak Ali – dosen Bahasa Perancis Vokasi Universitas Gadjah Mada, audience terdiam bengong mendengarkan penjelasan Noredine Allam dengan gaya bahasa Perancis yang cepat dan tidak dimengerti sebagian bahkan hampir seluruh hadirin. Noredine dengan gugup mencoba menjelaskan tentang the Muslim’s Show, yang menceritakan kehidupan umat muslim di Perancis. Noredine menuturkan bahwa pembuatan Moslem’s Show ini dimulai sejak tahun 2009. Awalnya, hanya potongan page-page kartun di Facebook saja, dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, akhirnya The Muslim’s Show ini dibukukan dan dialih bahasakan dalam berbagai bahasa. Selain dibukukan, The Muslim’s Show ini juga di filmkan. Ide pembuatan kartun ini sebenarnya hanya dari ide dan pelajaran sederhana tentang permasalahan yang dapat kita temui dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti pesan dalam salah satu halaman komiknya bertuliskan “ If they fight me, I respond wisely”.  Dalam pesan komik tersebut ide dari Noredine yang digambar oleh Greg Blondin yang kemudian diwarnai oleh Karim Allam, menggambarkan bahwa ada orang yang tidak suka dengan kita, menantang, mengungkapkan kebenciannya terhadap muslim, tapi si Muslim tersebut malah menawarkan madu, agar tenggorokan si orang tidak suka tadi tidak sakit karena sudah digunakan untuk berteriak-teriak.

          Selain penjelasan dari Noredine, public lecture yang di moderatori oleh Bapak Ainul Yaqin ini juga membuka kesempatan kepada audience untuk menanyakan unek-unek mereka kepada komikus yang duduk di podium. Sembilan penanya menanyakan pandangan mereka tentang kehidupan muslim di Perancis dan beberapa pertanyaan menarik lainnya. Di akhir acara, Greg mencoba mepratekkan bagaimana dia menggambar kartun tokoh komik di hadapan para audience. Ketiga komikus ini juga membuka kesempatan kepada audience yang memiliki buku “the Muslim’s Show”  untuk mengabadikan karikatur mereka dan ditandatangi oleh ketiga Komikus berbadan tinggi ini. Public lecture ini berjalan cukup baik, hanya saja pembicara merasa agak gerah karena kondisi ruangan yang overload oleh audience yang penarasan dengan ketiga komikus ini. Ibu Sri Rohyanti selaku Ketua Program Studi Ilmu Perpustakaan S1 UIN Sunan Kaljaga memberikan komentarnya ketika beberapa mahasiswa bertanya kesan acara ini. Beliau berkata bahwa, acara ini sangat bagus sekali, selain untuk public lecture bahwa komik juga bisa dijadikan bahan pustaka yang berfungsi rekreasi, acara ini memberikan ruang kreativitas mahasiswa Ilmu Perpustakaan sebagai Event Organizer acara ini. Selain itu, beliau juga memaparkan, mengapa acara ini di langsungkan di tatrikal perpustakaan, salah satu alasannya untuk menarik pengunjung agar perpustakaan lebih eksis lagi.



Tuesday, March 4, 2014

Jama'ah Bahjatul Ummahat LPM Wahid Hasyim Ziarah Aulia

-PPWH Sabtu, 1 Maret 2014.
Di awal bulan Maret 2014 ini, jamaah pengajian Ibu-Ibu Bahjatul Ummahat Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Wahid Hasyim mengadakan ziarah Aulia di beberapa wali di Magelang dan Klaten. Meski bukan ziarah ke Wali songo, tetapi ibu-ibu jamaah pengajian ini antusias menjalani ziarah. Ziarah ini merupakan ziarah rutinan yang di agendakan oleh Bahjatul Ummahat di bawah bimbingan bapak Sunhaji. Setidaknya 157 ibu-ibu dan 10 panitia dari pondok pesantren Wahid Hasyim mengikuti ziarah ini. Menggunakan lima bus pariwisata berukuran sedang, pukul 06.30 pagi bus mulai berangkat menjemput jama'ah di beberapa wilayah Condongcatur, diantaranya Gaten, Cepit, Prayanwetan, Ngropoh, Kaliwaru, Pringgolayan, Pulohdadi, Gorongan, Sanggrahan, dan Widoro. Karena terjadi sebuah kesalahan teknis, bus yang dijadwalkan berangkat 5.30 pagi ini kemudian berkumpul di Denggung untuk memastikan apakah semua jamaah sudah berada di dalam bus dan siap untuk berangkat menuju tempat ziarah. Tujuan ziarah yang pertama adalah Gunungpring, Magelang berziarah ke makam alm. kyai Raden Santri dan Alm. Kyai Nahlowi Dalhar. Tak jauh berselang, jamaah mengunjungai makam Alm. Mbah Kyai Krapyak Awal (raden Anyokrowati). Perjalanan kemudian di lanjutkan ke Tegalrejo mengunjungi makam Alm K.H Chudlori yang kemudian di lanjtkan makan siang diR.M Lukito. bersama jama'ah lain, pengasuh PP Wahid Hasyim simbah Hj. Hadiah Abdul Hadi juga ikut dalam perjalanan ziarah ini. Perjalanan dilanjutkan dengan sholat Dhuhur dan mendengarkan tausyiah di masjid Agung Payaman, Secang, Magelang. Kemudian jama'ah refreshing sejenak di Kampung Rawa Ambarawa untuk shalat Ashar dan menikmat suasana sejuk ditambah dengan gerimis hujan. Namun gerimis hujan ini tidak menyurutkan minat ibu-ibu jamaah untuk naik kapal mengarungi rawa di Kampung Rawa ini. Dari ambarawa kemudian perjalanan pulang melewati Boyolali untuk menuju Klaten, tempat tujuan ziarah terakhir di makam Al. Mbah Liem. Meski sudah malam, jamaah tetap bersemangat melewati lapangan untuk sampai di makam mbah Liem. Dalam perjalanan pulang, ibu-ibu di bus B yang tadinya mengantuk tiba-tiba sadar mendengarkan rekaman tausyiah KH Duri Asyhari. Melawati jalan Klaten-Jogja di malam minggu, ibu-ibu jamaah cukup lelah melakukan perjalanan ziarah di hari Sabtu awal Maret. Dalam perjalanan ini, juga ditemani ibu Titoniah caleg pemprov DIY dan bapak Ardi caleg Pemkab Sleman. Ziarah aulia ini merupakan acara rutinan tiap tahun jama'ah pengajian Bahjatul Ummahat pondok Pesantren Wahid Hasyim. Di adakan ziarah ini untuk mendokan dan mengingat perjuangan wali yang mengajarkan agama Islam. selain itu, ziarah ini juga bertujuan untuk mengingatkan kita bahwa tidak selamanya manusia itu akan hidup, tapi pda suatu saat nanti pasti akan berbaring menyatu dengan tanah menghadap sang pencipta.

Sunday, March 2, 2014

Ketika Keaktivan menjadi Tolok Ukur

Beginilah pendidikan sekarang. ketika keaktivan menjadi salah satu tolok ukur penilaian oleh dosen maupun guru. Siswa yang aktif di kelas bisa mendapatkan nilai cuma-cuma. Aktif yang seperti apa? Seharusnya, ada batasan aktif yang bagaimana agar yang mendapatkan nilai. Salah satu bentuk aktif adalah bertanya, bagaimana bisa bertanya itu menjadi tolok ukur kecerdasan siswa atau mahasiswa. Bagaimana jika siswa hanya bertanya, "Bisa diulangi penjelasan tadi? coba jelaskan satu persatu, karena saya belum terlalu paham." Mahasiswa atau siswa menghalalkan berbagai pertanyaan untuk berlomba mendapatkan nilai. Entah bermutu atau tidaknya pertanyaan tersebut, yang penting bertanya. Bahkan kadang yang tidak diperlu ditanyakan juga ditanyakan. Dosen maupun guru seharusnya lebih teliti dan bisa menjaring keaktivan siswa dan mahasiswanya, mana yang layak untuk mendapatkan "nilai tambah" untuk penilaian akhir nanti. Keaktivan itu tidak hanya bertanya saja, tetapi bisa memberi komentar untuk penyampaian materi yang lebih baik, memberi masukan, membenarkan juga, tidak sekadar "kata ini artinya apa?". Tanpa bertanya pun, jika kita mencari sendiri di kamus atau Google juga insyaallah akan ketemu. Jika keaktivan menjadi tolok ukur, bagaimana siswa maupun mahasiswa yang diam? diam bukan berarti tidak memperhatikan atau tidak tahu. Ada juga siswa atau mahasiswa yang diam, ya karena sudah tahu, mau apa bertanya jika sudah tahu?

Wednesday, February 12, 2014

"Amphibi" bukan Berarti tak bisa Apa-apa

Kuliah dan tinggal di pondok pesantren, tidak banyak mahasiswa di kota jogja ini yang juga berstatus sebagai santriwan dan santriwati. Rata-rata anak kuliah tinggal di kos-kosan. Hanya sebagian kecil saja mahasiswa yang bertempat tinggal di pondok pesantren. Dalam satu kelas, umunya hanya empat atau lima anak, atau mungkin kurang dari sepuluh anak. Hanya jurusan-jurusan tertentu saja yang lebih dari 10 mahasiswa dalam satu kelasnya yang tinggal di pondok pesantren. Bahkan ada atau malah banyak dalam kelas itu yang tidak satupun ada anak yang nyambi nyantri. Minimnya mahasiswa yang mau tinggal di pondok pesantren memang memiliki beberapa alasan, dari peraturan yang ketat, tidak boleh keluar malam, tidak boleh pulang kerumah seenaknya, jadwal rutin ngaji yang mungkin dianggap mengganggu jadwal mengerjakan tugas. Mahasiswa yang tinggal di pondok pesantren kerapdianggap sebagai mahasiswa yang tinggal di bawah tekanan. Sebenarnya tidak, tinggal bagaimana cara mereka menyesuaikan waktu saja. "apa, kamu tinggal di pesantren?", kadang juga ada kata-kata seperti ini ketika mereka tahu ada teman yang tinggal di pesantren. Kebanyakan anak-anak pesantren memang tidak bisa mengikuti kegiatan malam yang diselenggarakan oleh pihak kampus. Peraturan memang peraturan, mau tinggal di pesantren ya harus mentaati tata tertib di dalamnya. Malam keakraban (makrab) mungkin hanya sebuah kata yang bisa dibayangkan, dan tidak bisa berpartisipasi. Anggapan mereka anak mahasiswa kos bahwa anak pesantren ini menderita, karena terlalu banyak kekangan. Tapi sebenarnya tidak untuk anak-anak amphibi, anak yang tinggal di dua alam, alam kampus dan alam pesantren. Kehidupan di pesantren itu sebenarnya tidak hanya ngaji Qur'an, ngaji Diniyah, ngaji Bandongan, doa bersama saja. Banyak pesantren yang mempunyai lembaga dan organisasi di bawahnya. Di salah satu pesantren di Jogja ini, seperti Pondok pesantren Wahid Hasyim, terdapat beberapa lembaga di bawah naungan pondok pesantren yang dapat digunakan santri sebagai ajang untuk mengekspresikan minat dan bakat mreka. seperti terdapat lembaga seni, lembaga pengabdian kepada masyarakat, lembaga pengembangan bahasa asing, lembaga kewirausahaan dan beberapa lembaga lain, dimana santri yang tidak memiliki kesempatan untuk aktif di kampus, bisa mengembangkan bakat, dan belajar dengan fasilitas lembaga yang telah disediakan. Hidup di pesantren sama dengan hidup dibawah tekanan, memang iya, tapi pesantren tahu bagaimana mengubah tekanan bagi makhluk-makhluk amphibi ini untuk mengekspresikan kemampuan mereka. Mahasiswa santri kedepannya bisa lebih maju dan lebih aktif, baik dalam membangun masyarakat, mengembangkan kemampuan maupun dan mengajarkan apa yang mereka dapat. Karena mereka mempunyai nilai "lebih", mahasiswa iya, santri juga. Urusan dunia dan akhirat

Saturday, February 8, 2014

Pustakawan, Bisa Apa?


 Menurut pendapat beberapa orang, sebagian besar dari mereka menjawab, pustakawan itu ya  orang yang bekerja di Perpustakaan.
Salah seorang dari mereka ketika Saya tanya : “Setahu kamu, bekerja di perpustakaan itu ngapain aja?” nah, Dia jawab : “Ya nata buku to ya? Mau ngapain lagi kalo gag nata buku?”
Ya, begitu hasil survey kecil saya. Mungkin memang belum banyak orang tahu. Sebagaian besar melihat pustakawan dari apa hasil konkrit yang di kerjakan oleh pustakawan. Dan hasil konkrit yang terlihat oleh para pemustaka ya rak, yang ada buku tertata di dalamnya.
Pertanyaan yang ada benak saya sendiri, bertanya pada diri saya sendiri: “Gimana buku bisa sampai ke rak? Gag mungkin kan, pustakawan tiba-tiba beli buku, disampul, ditaruh rak, selesai. Apa yang terjadi jika pustakawan tersebut menaruh bukunya asal-asalan, perpustakaan bisa kaya pasar kiloan, buku segala subjek campur bawur. Kalian mesti bingung nyari buku yang kalian cari.” Tapi pertanyaan ini saya simpan dibenak saya sendiri, dan saya tuliskan disini.
Ok, menjawab pertanyaan Ibu Labibah pada Mata Kuliah Informasi dalam Konteks Sosial : “Pustakawan itu apa?”
Kalau menurut pendapat saya sendiri, pustakawan itu . . . . profesi multi subjek ilmu.
Karena pengelolaan koleksi, dari mau mengadakan sampai buku itu nanti sudah tidak diperpustakaan lagi mempunyai alur yang panjang. Perlu belajar manajemen untuk merencanakan koleksi yang akan di adakan, Kepada jobber mana buku mau dibeli, ngecek buku/ koleksi sesuai apa tidak. Kalau buku sudah sampai diperpustakaan, subjek bukunya apa? Masuk klasifikasi nomor berapa? Bikin katalog dulu. Kalau perpustakaannya sudah sebagain terotomasi ya bikin barcode dulu, habis itu, buku masih disampul. Nanti kalau penempatan buku di rak, buku nomor sekian itu masuk rak sebelah mana. Belum lagi di perpustakaan yang terotomasi tadi, pustakawannya juga harus bisa TI, mengelola si program-program otomasi.
Sebenarnya tugas pustakawan itu juga gag cuman ngurusin buku. Nanti pustakawan juga harus bisa sebagai pendidik, mendidik para calon dan pengguna perpustakaan dalam menggunakan perpustakaan dan fasilitasnya. Mengenalkan pengguna tentang perpustakaan tersebut. Pustakawan juga bisa kayak “tour guide” ketika perpustakaan kedatangan tamu, baik dari perpustakaan lain, maupun tamu dari luar negeri, harus bisa bahasa asing juga.
Pustakawan juga belajar ilmu psikologi untuk mengetahui kebatinan si pemustaka. Misal pemustaka clingukan kaya orang bingung, pustakwan menghampiri dan bertanya : “mau cari buku apa mas?/mbak?” kalau pustakawan kerja di sekolah dasar, pustakawan bisa seketika menjadi pendesain ruangan. Mengubah ruangan polos menjadi ruangan pelangi. Dan ini ni, pustakawan bisa tiba-tiba menjadi mbah google ketika perpustakaan yang terotomasi Online Public Acces Catalogue (OPAC) nya lagi error atau penuh dipakai orang. Pemustka boleh bertanya, contohnya ketika pemustakanya tanya : “ma’af, buku novel Indonesia Rantau 1 Muara kira-kira sebelah mana ya?” pustakawan jawab : “lantai empat, sebelah barat, rak nomor 800, nomor panggil 813 FUA r.”
Tetapi, untuk menjadi “profesi multi subjek ilmu” kita sebagai pustakawan yang normalnya belajar 8 semester atau 4 tahun ini harus belajar di Ilmu Perpustakaan ini dengan sungguh-sungguh. Kalau kita belajar gag sungguh-sungguh sama aja kita dengan pustakawan jeblosan training 2 hari. Ibarat orang naik pohon gag bisa turun. Kita sama-sama bisa otomasi, tapi ketika programnya error, belum tentu kita semua bisa perbaiki. Perlu belajar untuk itu. Belajar, belajar, dan doa.
Salam librarian,
“I’m Librarian. Yes, I can do the best”
(IDKS kelas C)
Anik Nur Azizah