MALAM MINGGU KAKU DI GUNUNG PRAU, MEMPERSIAPKAN SKINCARE JUGA PERLU
BacaJuga : Review Pengiriman via JNE
Sudah menjadi kebiasaan malam minggu semehdi di rumah atau di kosan sendiri, dan dibully. Malam minggu kali ini, mencoba malam mingguan dengan cara baru, yakni dengan mendaki gunung yang agak beneran. Ini pertama kali mendaki gunung di ketinggian lebih dari 2.000 Mdpl. Sebelumnya juga pernah mendaki, di Gunungkidul, Gunung Langgeran, Gunung Turgo, dan Puncak Suroloyo . . . . bukan gunung, bukit kali mbak . . .
Untuk pertama kalinya, admin mendaki Gunung Prau pada Sabtu-Mingu, 22-23 Juni 2019, pada saat musim kemarau yang sangat dingin di pulau Jawa, tapi tetep sikap dia lebih dingin. Pertama kali mendaki, di keramaian, tetap kedinginan, karena menurut akun instagram @prau2590mdpl pada waktu tersebut suhu Dieng mencapai -5 derajat Celcius. Suhu Gunung Prau waktu tersebut tidak dapat admin pantau karena tidak ada signal, tapi kurang lebih ya tetep tidak tahu. Untungnya, admin sudah membawa peralatan dan perlengkapan komplit mendaki agar tidak kedinginan, tapi tetap saja, badan kaku-kaku.
Karena tidak ingin ada berita "Lebih mengutamakan membawa skincare dibanding perlengkapan mendaki, seorang pendaki ditemukan hipotermia dalam keadaan glowing", admin lupa tidak bawa seperangkat peng-glowing wajah duniawi. Yang di dapat dari hasil pendakian ini, lelah iya, muka kusam, kering, bersisik, hitam dan iritasi. Tapi seneng banget pastinya. Inilah pentingnya membawa pelembab, handbody, pembersih wajah wa akhowatuha. Karena udara puncak Prau dingin, kering dan matahari bersinar terang di siang hari tetap membuat kulit terbakar.
Awalnya gimana bisa mendaki di musim kemarau yang dingin ini? ya, awalnya coba-coba, lama-lama ketagihan . . . gak gitu juga. Karena gabut dan butuh pelarian, akhirnya memutuskan nekat mendaki padahal admin lemah, tanpa dia. Lumayan kan libur kantor 2 hari, berangkat Dhuhur dari Jogja, sampai basecamp Patak Banteng jam 5, lanjut naik dari jam 17.30 WIB, sampai puncak pukul 21.00 WIB. Kog lama? iya admin bisa jelasin, jiwa-jiwa yang lemah seperti admin ini butuh kepastian disetiap tanjakan. Meresapi setiap perjalanan, membayangkan betapa indahnya mendaki bersandingan, tapi semua itu hanya angan. Bayangnya semu, hanya ada ragu dan rindu yang tak saling berpadu. Akhirnya, ditemukan seorang pendaki pemula halu, yang setiap sepuluh langkah sekali duduk terpaku. Ini sesi inti tulisan pada artikel kali ini, sesi curhat.
Seperti adat pada umumnya, keluar tenda lihat tenda pendaki lain yang sudah kayak camp pasar malam saking ramainya. Ada bianglala, ombak banyu, kora-kora, penjual martabak, kerak telor, sate kere ada juga, dibatin aja tapi ya. Mungkin karena malam minggu. Lanjut memantau sunrise, foto-foto, masak, bikin teh, sarapan. Ngobrol dengan penghuni tenda yang lain, berbagi sarapan, berbagi cerita tapi tidak berbagi hati, karena gak ada peralatan medis kayak ruangan operasi. Turun jam 11.00 WIB, nah ini yang salah. Matahari bersinar terang, suhu dingin, udara kering, berdebu, sunblock kagak bawa, akhir kata, wassalam pada perawatan selama ini. Nyampe bawah, makan, kagak mandi, pulang. Ditanya pengen muncak lagi? jelas pengen, tapi takut, takut kedingingan. Sikap dia sudah dingin, jangan ditambah lagi.
Mesti banget dipersiapkan sebelum muncak, yakni jiwa raga yang sehat dan kuat, peralatan yang lengkap, bekal yang memadai. Jangan lupa bawa harga diri, dan obat-obatan pribadi. Skincare jangan lupa, minimal vaselin petroleum jelly dan hand&body. Bawa gebetan sepertinya tidak terlalu diperlukan, apalagi kagak peka, wis, jangan. Yang penting bawa teman yang sabar dan perhatian. Tapi, jangan makan teman.
Jangan lupa jaga kebersihan, bawa kembali sampah kalian. Ikuti aturan dari basecamp. Kita bukan apa-apa tanpa alam. Jaga dia tetap lestari, layaknya Tuhan mengasihi kita tanpa tapi.
See ya on top. Walaupun hanya sebatas teman, tetaplah perhatian, jangan sampai kalah sama mantan.
0 comments