Dramatisasi Sebuah Perpustakaan

Sayang kalo enggak dipost. Niatnya ikut lomba tapi kalah, jadi konten blog aja kan lumayan. Tidak ada perjanjian bahwa karya milik panitia. Haha

Jadi gini . . .



Setiap orang pastinya memiliki impian, baik rumah impian, pekerjaan impian, keluarga impian, dan bahkan perpustakaan impian. Seperti apa perpustakaan yang kemudian diimpikan? Apakah seperti Grhatama Pustaka? Bisa jadi iya, bisa jadi lebih dari Grhatama Pustaka. Secara awam, perpustakaan diketahui sebagai gedung yang menyimpan buku untuk dipinjamkan kepada pemustakanya. Kemudian perpustakaan berkembang, memiliki ruang baca yang dibuat nyaman untuk membaca, memiliki beberapa ruangan lain seperti audio visual, ruang digital, sedikit taman, bahkan memiliki kantin.
Kebanyakan perpustakaan kemudian berlomba menjadi “instagramable” agar terlihat menarik, padahal fungsi rekreasi merupakan salah satu fungsi saja. Perpustakaan impian tidak melulu tentang kemegahan gedung, ornamen, dan hiasan dinding. Dalam sebuah keinginan, penulis memiliki dua pandangan berkaitan dengan perpustakaan impian, yakni secara realistis dan secara dramatis. Berikut penjelasan secara singkat :
A.Perpustakaan Impian Secara Realistis
   Perpustakaan impian secara realistis dapat dikatakan sebagai keinginan yang dapat diwujudkan secara nyata dan kemungkinan besar dapat dilakukan untuk mengembangkan sebuah perpustakaan. Impian ini dapat diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan informasi dan kebutuhan penunjang bagi pemustaka agar dapat secara efektif dan efisien mendapatkan informasi di perpustakaan. Ada beberapa gambaran sederhana terkait dengan perpustakaan impian secara realistis, diantaranya :
1. Sesuai Fungsi Perpustakaan
Perpustakaan memiliki fungsi sebagai sumber informasi, sarana pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat serta fungsi rekreasi. Beberapa dari fungsi tersebut belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh perpustakaan. Keterbatan ruang dan koleksi tidak sesuai dengan tingginya kebutuhan informasi. Impian dari fungsi perpustakaan sederhana, yakni semua perpustakaan terintegrasi tanpa tapi. Dimana pemustaka bisa mendapatkan sumber informasi, mendapatkan pendidikan, melakukan penelitian, berkontribusi dalam pengabdian masyarakat, dan juga berekreasi dimanapun perpustakaan berada. 
2.Memiliki carrel Room kedap suara
.Carrel Room di perpustakaan hanya sebatas ruang sekat agar tidak terganggu dengan suasana di luar carrel. Padahal, tipe belajar setiap pemustaka berbeda. Ada yang kemudian suka mendengarkan musik, sambil bertelfon atau video call, dan beraktivitas lain sembari mengerjakan tugas dan belajar. Suara tersebut dapat terdengar sampai luar carrel, sehingga pemustaka kurang leluasa bersuara di dalam carrel. Bahkan ada juga tipe orang yang kemudian belajar, sambil menyanyi secara keras. Dengan carrel kedap suara, pemustaka lebih leluasa menikmati cara belajarnya.
3. Menyediakan Gadget Pustaka.
Perpustakaan menyediakan sudut perpustakaan dengan sofa beberapa gadget atau tablet yang dapat digunakan untuk pemustaka sembari menunggu atau ketika bosan di ruang baca. Gadget diisi dengan bacaan-bacaan ringan, koran digital, komik, dan bahan bacaan lainnya. Tidak ada syarat khusus untuk pemustaka meminjam gadget ini, dan perpustakaan tidak perlu khawatir kehilangan karena gadget dihubungkan dengan kabel pengaman seperti di toko smartphone atau laptop.
4. Terdapat minimarket
Adanya kantin di perpustakaan sudah menjadi hal yang biasa, tetapi adakah perpustakaan yang menyediakan minimarket? Terkadang pemustaka membutuhkan beberapa peralatan atau perlengkapan untuk belajar yang tidak dapat dipinjam kepada petugas. Bisa jadi pemustaka membutuhkan batterai mousenya, atau rautan untuk pensil, jepit rambut, peniti jilbab, dan benda-benda kecil yang tidak dapat disediakan oleh petugas.

B. Perpustakaan Impian Secara Dramatis
       Sah-sah saja kemudian memiliki sebuah khayalan, karena di jaman yang terus berkembang bisa jadi kecepatan cahaya benar-benar berlaku untuk mempercepat sebuah perpindahan atau bahkan ilmu santet dapat dijelaskan secara ilmiah. Sedikit banyak mendramatisir perpustakaan yang diimpikan, perpustakaan tidak hanya menyediakan koleksi untuk dibaca, dan dicerna oleh pemustaka. Akan tetapi perpustakaan kemudian menyediakan koleksi yang dapat menjelaskan dirinya sendiri kepada pemustaka. Buku menjadi sebuah benda mati dengan jutaan dimensi yang dapat menembus intuisi dan dapat diajak pemustaka untuk berinteraksi.
Pernah suatu ketika Ibu Labibah Zain, Dosen Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, menyampaikan pada perkuliahan beliau, bahwa perpustakaan adalah kuburan pemikiran dari penulis buku tersebut. Bisa dibayangkan ketika berjalan menyusui rak-rak buku di perpustakaan kemudian muncul kepala-kepala dari masing-masing buku. Menceritakaan apa yang tertulis di dalamnya, membisikkan ajakan-ajakan untuk mengambil dan membawanya pulang untuk kemudian saling bercanda. Ketika buku dibuka, terdapat ilustrasi seperti pada film Harry Potter, dimana gambar bisa berbicara. Interaksi buku dan pemustaka seperti komunikasi makhluk pada filem “PK”. Dimana komunikasi tidak dilakukan secara lisan, akan tetapi dengan saling berpegang tangan, dan masing-masing tau apa yang disampaikan.

Tidak semua impian harus diwujudkan, setidaknya dengan berani bermimpi akan ada semangat untuk bangun dan mewujudkan satu persatu mimpi tersebut. Dengan perpustakaan impian yang pernah dituliskan, setidaknya ada satu dua hal yang dapat ditumbuh dan kembangkan oleh perpustakaan untuk melaksanakan tugasnya memenuhi informasi yang dibutuhkan. 

Share:

0 comments